Keumala: Sabang yang Teralienasi


RESENSI

Miris sekali cara ibu Keumala (Cut Yanti) mengasingkan anaknya yang tunanetra. Apakah seorang ibu—walaupun cuma sekadar ibu angkat—tega membiarkan anak perempuannya hidup sendirian di sebuah pondok di pinggir pantai yang lintasannya berundak-undak dan menjalankan aktivitasnya sehari-hari secara mandiri? Apakah ada seorang ibu yang tega tidak merawat anaknya yang sakit dan cuma menitip mengantar makanan yang ditaruh dalam sebuah set rantang pada seorang bocah perempuan bernama Inong (Shilla Vaqa Ismi) untuk diberikan pada Keumala (Nadia Vega) setiap harinya?
Pola ini sama seperti sejarah panjang pola pemasungan orang gila (sakit jiwa) yang sering dan masih dapat ditemui hingga hari ini di daerah asal cerita film ini, Aceh. Ada beberapa keluarga yang jika anggotanya sakit jiwa akan memasung atau merantai dan dibiarkan hidup sendiri di sebuah tempat, biasanya di bagian belakang rumah. Alternatif lainnya: dikirim ke rumah sakit jiwa. Pola pemasungan yang pertama tentunya menjadi antitesis karena di tempat pengambilan gambar dan latar film ini, Pulau Weh (Sabang), pernah mahsyur dengan sebutan pulau orang gila pada zaman Hindia-Belanda. Kaum kompeni pernah mendirikan rumah sakit jiwa terbesar di Nusantara yang hingga sekarang gedungnya masih aktif digunakan sebagai Rumah Sakit Pangkalan TNI AL J. Lilipori.

Aceh Butuh Bioskop!

ESAI

Diputar perdana pada 22 Desember 2011, Hafalan Shalat Delisa sukses meraup 631.997 penonton dalam empat minggu pemutarannya.[i] Jumlah penonton tersebut ti­daklah terpaut jauh dari Surat Kecil Untuk Tuhan, film Indonesia terlaris tahun 2011 dengan 748.842 penonton. Delisa saat ini adalah film nasional terlaris di awal 2012. Apabila dihitung sebagai film tahun 2011, maka Hafalan Shalat Delisa akan menempati po­sisi ketiga, di antara Arwah Goyang Karawang (727.540 penonton) dan Poconggg Juga Pocong (617.482 penonton). Sedikit latar belakang: Hafalan Shalat Delisa merupakan film yang diangkat dari novel laris berjudul sama karya Tere Liye, di­sutradarai oleh Sony Gaokasak, dan diproduseri Chand Parwez Servia (Starvision). Film ter­sebut menggambarkan bencana tsunami Aceh, dan diluncurkan bertepatan dengan per­ingatan Tujuh Tahun Tsunami Aceh 2011 lalu. Pengambilan gambar dilakukan di Ujung Genteng, Sukabumi Selatan. Seorang penyanyi Aceh, Rafli, turut serta terlibat da­lam film ini dan menyanyikan musik pengiring film.